Korbinmas Baharkam Mabes Polri menggelar silaturahmi dan penyuluhan kepada para santri Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Panggungharjo Sewon Bantul, Kamis(16/11/2017) pagi.
Kedatangan rombongan Korbinmas Baharkam Mabes Polri disambut oleh Pengasuh ponpes Ali Maksum KH Muhammad Nilzam Yahya bersama Kasubditbintibluh Dit Binmas Polda DIY AKBP Sinungwati SH, AKBP Suryatama, AKBP Sudarsono, pengasuh dan santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Ali Maksum Yogyakarta.
Bertindak sebagai narasumber adalah AKBP Dra. Fatimah AR, MM dari Korbinmas Baharkam Polri, AKBP Kurnia Wijaya dari Detasemen 88 AT Polri, Muhammad Nasir Abbas mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI). Materi yang disampaikan adalah tentang bahaya pemahaman terorisme dan paham radikalisme.
AKBP Dra. Fatimah AR, MM dalam materinya menyampaikan bahwa salah satu tugas pokok Polri yaitu membina masyarakat dalam rangka untuk taat hukum dan perundang-undangan sehingga akan tercipta keamanan dan ketenteraman di lingkungan masyarakat. Partisipasi seluruh warga ponpes untuk turut aktif memberikan informasi yang berkaitan dengan terorisme seperti apabila ada hal yang mencurigakan segera lapor kepada pihak kepolisian.
Sementara itu, Muhammad Nasir Abbas yang menjadi salah satu nara sumber dalam acara tersebut, menceritakan kisah pengalamannya menjadi mantan anggota teroris.
Menurut Nasir yang merupakan warga asli Malaysia itu, dirinya ditangkap di wilayah Bantar Gebang, Bekasi, pada 18 April 2003 lalu. Pada saat itu, dirinya ingin memanfaatkan perjanjian Malino dengan menciptakan teror dan meledakkan beberapa tempat.
Namun, upayanya itu gagal saat dirinya diringkus oleh detasemen khusus anti teror yang dipimpin langsung oleh Kepala Densus 88 Anti Teror Polri saat itu, Kombes Pol Saud Usman Nasution.
“Saya mengajarkan kepada murid-murid saya yaitu lebih baik mati dari pada ditangkap. Saat ditangkap, saya berharap ditembak mati namun hal tersebut tidak terjadi sehingga menjadi penyesalan pada waktu itu,” katanya saat menceritakan masa lalunya.
Nasir Abbas juga bercerita, dulu dirinya diiming-imingi pergi ke Afganistan secara gratis untuk menempuh pendidikan. Namun sesampainya disana, ternyata ia dijadikan salah satu teroris. Karena meraih predikat terbaik saat menempuh pendidikan, ia kemudian dijadikan sebagai tenaga pengajar dan tidak diperbolehkan untuk kembali.
Ia juga mengungkapkan rasa syukurnya setelah dirinya disadarkan dari pemahaman yang keliru. "Kesyukuran saya karena rencana besar saya untuk melakukan teror di Asia Tenggara pada tahun 2003 itu gagal setelah Densus 88 menangkap saya,” ungkapnya.
Diakhir materinya, Nasir Abbas menekankan bahwa mereka (teroris) tidak dapat disebut sebagai mujahid dikarenakan dalam Islam untuk membunuh dalam peperangan saat berjihad ada akhlaknya dan tidak dibenarkan dalam membunuh didahului dengan penyiksaan. (Sihumas Polsek Sewon)
Nasir Abbas Ceritakan Pengalamannya Saat Menjadi Teroris
Posted by tribratanewsbantul on 11:14
Tribrata News Bantul
Tribrata News BantulUpdated: 11:14
0 komentar:
Post a Comment