Peran Polwan Sebagai Negosiator Dalam Unjuk Rasa

Posted by tribratanewsbantul on 10:38

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998. Pengertian Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih (kelompok) untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. Kegiatan tersebut tentunya akan berdapak bagi lingkungan sekitar, kegiatan tersebut pun bermacam-macam, ada yang berlangsung secara damai dan tidak, namun bagaimana bila suatu unjuk rasa tersebut berkembang menjadi brutal dan akhirnya dapat menimbulkan tindakan anarkhis?

Bagaimanakah cara Polri dalam menghadapi hal tersebut?

Terlepas dari pemahaman sebagaimana dikemukakan diatas, Polri sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang diberi tugas untuk menghadapi masalah terhadap berbagai macam bentuk kejahatan yang mengarah pada terjadinya tindakan anarkhis, salah satunya dengan meningkatkan peran tim negosiasi dalam menjembatani kepentingan pemerintah dan pengunjuk rasa sehingga tidak terjadi tindakan anarkhis.

Biasanya dalam menangani unjukrasa, Dalmas selalu yang terdepan akan tetapi kepolisian tidak hanya melibatkan polisi laki-laki namun polisi wanita pun tidak jarang untuk dilibatkan sebagai Negosiator, negosiator dibentuk untuk memfasilitasi pengunjuk rasa untuk menunjuk perwakilan apabila ada keinginan untuk menemui atau tatap muka dengan sasaran atau tokoh yang akan dituju.

Menurut Brian Finch1) kata negosiasi berasal dari bahasa latin yang berarti bisnis. Kata ini mengandung makna, dimana pembelian atau tawar menawar merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengertian Negosiasi menurut Pierre Casse2) adalah : 1) Proses komunikasi dua pihak, 2) Persepsi/ asumsi, kebutuhan, motivasi/ harapan berbeda, 3) Mencoba bersepakat demi kepentingan bersama. Sedangkan definisi Negosiasi menurut Robert Heron dan Carolin Vandenabeele adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi

Pemberdayaan Polwan sebagai pelaksanaan negosiasi akan terasa pengaruhnya, keberadaan negosiator tersebut akan dapat diterima oleh massa pengunjuk rasa dan pelaksanaan dialog dimungkinkan tidak membosankan, sehingga akan dicapai “win-win solution” yang merupakan keberhasilan dari negosiator. Namun berbagai bentuk kegagalan dalam negosiasi masih saja terjadi dan menyebabkan terjadinya bentrokan antara polisi dan demonstran

Seorang Negosiator dari tim Dalmas Polwan  memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Sebagai Fasilitator, Setiap Negosiator Polri yang bertugas menanggapi dan melayani unjuk rasa dilapangan diharapkan memiliki kemampuan untuk berfikir, serta bertindak dengan cepat dan tepat, juga kemampuan untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain baik individu maupun kelompok dan kemampuan untuk mengendalikan diri guna menghadapi masalah yang dihadapi dengan baik.

b. Sebagai Komunikator. Peran sebagai Komunikator merupakan peran yang paling penting dari seorang negosiator. Kemampuan yang secara khusus dimiliki oleh negosiator adalah dengan memiliki aspirasi / imajinasi tinggi, konsesi / kerelaan (menjelang akhir nego).

Sedangkan kemampuan berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang negosiator adalah :

1) Karakter sebagai komunikator yang gigih, mampu mempengaruhi (membujuk) orang lain melalui komunikasi, tidak mudah menyerah pada ancaman maupun tekanan verbal, dari para pengunjuk rasa serta mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.

2) Memiliki wawasan dan pengetahuan praktis tentang psikologi yang berkaitan dengan pemahaman gambaran kondisi psikologis dari para pengunjuk rasa dan model / langkah komunikasi seperti apa yang sebaiknya diterapkan pada type pengunjuk rasa tersebut.

3). Sikap yang tegas, korek, berwibawa tetapi dapat bersikap familiar / bersahabat.

4). Mampu menampilkan peran secara luwes / fleksibel, mengembangkan sikap empati, sehingga dapat berkomunikasi dengan baik.

5). Mampu dan menguasai berbagai bahasa, khususnya bahasa Indonesia dan berbagai bahasa daerah, sehingga komunikasi dapat lebih lancar dan dapat menyelesaikannya dengan baik.

6). Menghindarkan cara-cara mengancam dan menakut-takuti dalam proses negosiasi berlangsung, terutama dalam menghadapi massa yang sedikit, tidak perlu menggunakan peralatan yang lengkap, cukup dengan tongkat saja ataupun dengan komunikasi yang baik saja sudah cukup untuk dapat menyelesaikan masalah dengan baik.

Penugasan Polwan dalam penanganan unjuk rasa diharapkan dapat mencegah konflik yang destruktif dan mendorong penghentian konflik secara konstruktif. Keterlambatan dalam menyelesaikan konflik yang disebabkan karena penundaan waktu berpengaruh terhadap penundaan solusi, yang berarti memberikan peluang bagi pengunjuk rasa dan makin terbukanya konflik antara dua pihak

Seperti yang terjadi di wilayah kabupaten Bantul tepatnya tanggal 14 Desember 2015 saat penertiban bangunan di zona inti Gumuk Pasir yang dinilai melanggar HAM oleh sebagian orang. Karena telah menghilangkan mata pencaharian dan sumber nafkah bagi mereka, Tak sedikit warga yang melakukan aksi penolakan dan perlawanan, banyak yang menangis histeris saat menyaksikan bangunan rumah mereka di robohkan.

Dari peristiwa ini terlihat Polwan Polres Bantul yang berada di lapangan memberikan pengayoman secara humanis untuk menenangkan warga, terutama kaum ibu-ibu. Para Polwan menunjukkan sikap empati namun tetap berwibawa. Mereka tak merasa sungkan dengan menghampiri satu persatu warga yang terkena dampak penggusuran tersebut. Terlihat bahwa Polwan Polres Bantul melaksanakan peran dan fungsinya secara profesional, hal tersebut membuat bangga Polri khususnya Korp Polisi Wanita diseluruh Indonesia.

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa peran seorang Polwan dalam menghadapi unjuk rasa sangatlah berpengaruh. Memang kebebasan mengemukakan pendapat sudah diatur dan boleh dilakukan setiap orang. Sikap saling menghargai dan menghormati perlu di lakukan. Sebagai warga Negara yang baik dalam mengemukakan pendapat perlu menmperhatikan tata cara dan hal-hal yang boleh atau tidak boleh di lakukan saat melakukan unjuk rasa, agar saat pelaksanaan tidak terjadi tindak yang tidak di inginkan dari pihak penuntut maupun aparat Negara yang mengemban menjaga keamanan, agar apa yang menjadi tujuan dapat tersalurkan kepada pemerintah. (Bripda Diah Wahyusari)


Tribrata News Bantul
Tribrata News BantulUpdated: 10:38

0 komentar:

CB